Jumat, 19 Februari 2016

Dibalik William Soeryadjaya

Mengenal William Soeryadjaya pendiri PT Astra Internasional

Beliau adalah pendiri PT Astra Internasional, dikenal sebagai sosok pekerja keras, ulet dan pantang menyerah untuk membangun kerajaan bisnisnya. Bagaimanakah kisah perjalanan bisnis taipan ulung anak pedagang Majalengka yang bernama Asli Tjia Kian Liong itu. Bisnis yang di lakoni pria kelahiran Majalengka 20 Desember 1923, sesungguhnya diawali dengan penuh pahit dan getir. William telah menjadi yatim piatu sejak usia 12 tahun. Menginjak usia 19 tahun. Sekolahnya di Mulo, Cirebon, putus ditengah jalan. Ia kemudian banting setir menjadi pedagang kertas di Cirebon.

Selain berdagang kertas, William muda juga berdagang benang tenun di Majalaya. Tak begitu lama, ia beralih menjadi pedagang hasil bumi, seperti minyak kacang, beras, dan gula. "Dengan berdagang saya dapat membantu kehidupan saudara-saudara saya,"ujar anak kedua dari lima bersaudara ini.

Dari perolehan hasil berdagang itu, William muda lalu melanjutkan studinya di Belanda, dengan masuk ke Middlebare Vackschool V/d Leder & Schoen Industrie Waalwijk, sekolah industri yang mengajarkan penyamakan kulit. Begitu kembali ke Tanah Air tahun 1949, William mendirikan industri penyamakan kulit, yang kepengurusannya diserahkan kepada karyawannya. Tiga tahun kemudian, William mendirikan CV Sanggabuana, bergerak di bidang perdagangan dan ekspor-impor. Cuma cilakanya, dalam menggeluti bisnis ini, ia ditipu rekannya. "Saya rugi jutaan DM,"ujar William.

Lima tahun kemudian, tepatnya tahun 1957, bersama Drs Tjia Kian Tie, adiknya, dan Lien Peng Hong, kawannya. William mendirikan PT Astra Internasional Inc. Bisnis perusahaan barunya ini pada mulanya hanya bergerak dalam pemasaran minuman ringan milik Prem Club, lalu ditambah dengan mengekspor hasil bumi. Dalam perkembangan berikutnya lahan garapan astra meluas ke sektor otomotif, peralatan berat, peralatan kantor, perkayuan, dan sebagainya. Astra tumbuh bak "Pohon Rindang", seperti yang ditamsilkan william sendiri.

Keberhasilan Astra ketika itu, diakui William, tidak terlepas berkat ada kebijaksanaan pemerintah Orde Baru, yang memberi angin sejuk kepada dunia usaha untuk berkembang, salah satu contohnya tahun 1968-1969, Astra diperkenankan memasok 800 kendaraan truk merek Chevrolet. Kebetulan saat utu pemerintah sedanf mengadakan program rehabilitasi besar-besaran. Saking banyaknya yang membutuhkan, kendaraan truk itu laris bak pisang goreng. Apalagi, ketika itu terjadi kenaikan kurs dollar, dari Rp 141 menjadi Rp 378 per dollar AS

"Bisa dibayangkan berapa keuntungan kami,"ungkap Oom willem, panggilan akrabnya, kala itu. Sejak itu pula Astra kerap ditunjuk sebagai rekanan pemerintah dalam menyediakan berbagai sarana pembangunan.

Dalam perjalanan selanjutnya, Astra tak hanya memasok, tetapi juga mulai merakit sendiri truk Chevrolet. Lalu, mengageni dan merakit alat besar, komatsu, mobil Toyota dan Daihatsu, sepeda motor Honda dan mesin fotokopi Xerox. Yang berikutnya pula akhirnya lahan usaha yang baru ini menjadi "mesin uang" dari PT Astra Internasional Inc.

Masih ada satu bisnis Astra yang lain, yaitu agrobisnis Astra yang omsetnya pada tahun 1984 mencapai 1,5 miliar dollar AS masuk agrobisnis dengan membuka kawasan pertanian kelapa dan casava seluas 15.000 hektar di Lampung. Namun, bukanya tanpa alasan Astra masuk ke sektor agrobisnis. "Agrobisnis yang mengusahakan peningkatan produksi pada sektor pertanian itu merupakan gagasan pemerintah yang patut ditanggapi berbagai kalangan wirausahawan Indonesia," kata William dalam ceramahnya di Universitas Khatolik Parahyangan tahun 1984.

Pada tahun itu juga Astra membeli Summa Handelsbank Ag, Deulsdorf, Jerman. Pengelolaan bank yang tak ada kaitannya dengan bisnis Astra ini diserahkan kepada putra tertuanya, Edward Soeryadjaya, sarjana ekonomi lulusan Jerman Barat.

Di bank ini William mengantongi 60 persen saham yang dibagi rata dengan Edward. Cuma sayangnya Edward kurang berhati-hati dalam menjalankan roda usaha perbankan itu. Edward terlalu royal dalam mengumbar kredit. Akibatnya tahun 1992 bank ini dilanda utang begitu besar dan untuk melunasinya, terpaksa William melepas kepemilikannya di Astra.

Sumber : biografiku

8 komentar: